Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar (Wahab, 1986), demikian pula kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.
Berdasarkan analisis konseptual dam kondisi pendidikan IPS di tingkat persekolahan (Hasan, 1988), ternyata masih banyak guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam memilih, serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar, dan banyak diantara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang merupakan pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat. Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku, sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan keterampilan siswa.
Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru (Djahiri, 1992). Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.
Kondisi PBM di tingkat persekolahan dewasa ini masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada pelibatan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri. Sementara itu, Al Muchtar (1991) dalam penelitiannya menemukan, bahwa proses pembelajaran pendidikan IPS tidak merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam PBM. Disamping itu, PBM IPS yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya belajar di kalangan siswa. Pada gilirannya, akan berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar siswa.
Atas dasar problematika di atas, maka isu yang sering mencuat diekspose media massa, baik media cetak maupun elektronik, tentang rendahnya mutu pendidikan kita dewasa ini, secara kualitatif patut diduga karena model pembelajaran yang dianut oleh guru didasarkan atas asumsi tersembunyi, bahwa pendidikan IPS adalah suatu pengetahuan yang bisa dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa-ibarat memindahkan isi sebuah teko ke segelas cangkir.
Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi siswanya tidak belajar!, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan IPS sebagai mata pelajaran yang mengacu pada pembekalan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa sebagai bekal dalam menjalani kehidupan bermasyarakat (Somantri, 2001). Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat menguasai seluruh PBM. Maka dari itu, pendidikan IPS belum mampu menumbuhkan iklim yang menantang siswa untuk belajar dan tidak mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir peserta didik.
Sehubungan dengan itu, maka upaya peningkatan kualitas PBM dalam pendidikan IPS merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu model pembelajaran yang direkomendasikan untuk dapat menjembatani keresahan tersebut adalah model pembelajaran cooperative learning.
0 komentar:
Post a Comment